BO



VSI YUsuf Mansyur,VPAY & MLM : http://www.klikvsi.net/?reg=champueq Jadilah Ahli Sedekah
GS, Saham : ttp://www.globallshare.com/en/1454111.html Dapatkan saham gratis
IGB, Perdagangan Saham PRA IPO : www.indexgb.com Perdagangan Saham PraIPO
Digital Media Advertising https://www.dm-advertise.co.id/?s=champueq
Software Penambah Saldo
http://softwarepsr.com/mesinrupiah
FREE BITCOIN http://freebitco.in/?r=198079 . UANG MASA KINI

Sabtu, 04 Agustus 2012

Suku Konjo dalam sejarah sulawesi selatan

Bahasa merupakan salah satu media komunikasi yang  vital dalam sebuah masyarakat atau komunitas,  dengan bahasa sebuah sistem nilai dan pranata social sebagai sebuah kebudayaan akan lahir, Bahasa tidak bisa terbentuk dalam waktu hanya beberapa generasi, tapi bahasa lahir dalam sebuah peradaban awal setiap komunitas atau masyarakat, yang memiliki proses tersendiri yang sangat kompleks, dan membutuhkan waktu yang sangat lama, dan dipengaruhi  oleh banyak factor, baik factor geografis, pendidikan, peradaban luar yang kemudian diperkuat oleh sistem nilai social yang ada.
Di sulawesi Selatan, terdapat beberapa bahasa, seperti  bahasa Bugis, Makasar,  Luwu /Toraja. Ke tiga pemilik bahasa ini, kemudian diakui sebagai SUKU yang banyak mendiami pulau Sulawesi pada umumnya, khususnya Sulawesi Selatan. Pada Abad ke 16   Hegemoni politik Kerajaan Besar di daratan Sulawesi, seperti kerajaan Bone dan Gowa, melakukan perluasan pengaruh kekuasaan wilayah kerajaan, ekspansi ini sangat mempengaruhi dialektika peradaban sebuah komunitas yang ditundukkannya, akibatnya terjadi proses asimilasi budaya atau perkawinan budaya, termasuk bahasa
Pada proses Asimilasi ini, akan menjadi tolak ukur kita untuk melihat  seberapa kuat sebuah bahasa dan kebudayaan pada umumnya untuk mempertahankan diri,  bahasa yang memiliki akar nilai dan budaya yang telah bersemayam dalam alam fikiran masayarakatnya pada sebuah komunitas, tentu akan berupaya untuk bertahan. Pada konteks inilah, sehingga bahasa Konjo, yang tentu lahir dari sebuah komunitas adat, memiliki sejarah panjang tersendiri, yang diakui atau tidak tentu pemilik bahasa ini, tidak hanya memiliki sistem nilai yang kuat, tetapi pasti memiliki falsafah hidup yang sangat kuat sehingga mampu melewati  fase-fase sejarah  masyarakat disulawesi selatan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Saya masih percaya, bahwa ada dua factor yang berpengaruh dalam penulisan sejarah sebuah bangsa, pertama kekuasaan, dan Sejarawan itu sendiri, apakah kedua hal ini berpihak atau tidak dalam mengungkap kebenaran sejarah.  Atau bisa saja kemampuan sejarawan yang dipaksakan untuk mengungkap sebuah kebenaran sejarah. Disinilah perlunya otokritik sejarah, karena sejarah tidak mungkin terulang, tapi sejarah akan selalu mengungkap kebenaran dirinya sendiri.  Pada Konteks ini, menjadi Tidak adil sejarah yang kita susun dengan rapi ini, dimana banyak terdapat  dimensi yang bolong dan kurang memiliki alasan.  jika  Bahasa Bugis yang digunakan di beberapa kerajaan yang ada di daerah Bugis pada zamannya, kemudian kita beri satu entitas atas dasar bahasa, sebagai suku Bugis, seperti halnya dengan suku Makassar, Suku Toraja/ Luwu, dan Suku Mandar. Lalu kenapa tidak ada  Suku Konjo, sebagai manipestasi dari bahasa konjo yang digunakan oleh kerajaan-kerajaan yang ada diwilayah bulukumba pada era sebelum masuknya Kerajaan Bone dan Gowa, serta  Belanda. Ini memang menjadi otokritik para sejarawan yang telah lama menapikan Suku Konjo sebagai salah satu suku tertua di negeri ini,
Dalam sejarah Bulukumba, sama sekali tidak dikenal adanya kerajaan Bugis atau Makassar, yang ada adalah Dua kerajaan ini memiliki hubungan emosional dengan kerajaan-kerajaan yang ada  di bulukumba, khususnya Amma Toa, sebagai salah satu komunitas adat yang memiliki peran spiritual terhadap seluruh kerajaan yang ada di Sulawesi pada khususnya, khususnya kerajaan Gowa dan Bone. Namun pada abad ke 17, setelah dua kerajaan ini berkonflik, menjadikan kerajaan yang ada ada di wilayah bulukumba menjadi batas wilayah pengaruh kedua kerajaan ini, sehingga baik, kerajaan Benteng Palio, lembang, Lemo-lemo, Laikang, Borong, dan beberapa kerajaan kecil di wilayah adat ammatoa, menjadi  sasaran perebutan kedua kerajaan ini, serta belanda yang sangat berperan memanfaatkan suasana konflik, akibatnya pase pun kemudian berubah, kerajaan-kerajaan yang dikenal memiliki basis komuinitas yang sangat kecil ini, sangat mnudah dipatahkan oleh Belanda, kecuali Ammatoa, dengan posisinya yang memiliki posisi tawar dan kemampuan spiritual sehingga sama sekali tidak terpengaruh oleh kehadiran belanda. Disinilah dikenal pase pembumi hangusan kerajaan-kerajaan yang ada di Bulukumba. Belanda bersama  sekutu-sekutunya membentuk pemerintahan baru, sebagai perpanjangan belanda. (Bersambung).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar